Pertumbuhan berbagai sektor industri di Indonesia menyebabkan bertambahnya penggunaan Bahan Berbahaya Beracun (B3) dan limbah produksi yang termasuk limbah yang mengandung B3. Secara tidak langsung hal ini berdampak pada bertambahnya risiko akan terjadinya keadaan darurat (kebakaran, ledakan, tumpahan, kebocoran, dll) yang akan meningkatkan risiko akan kerugian perusahaan, korban jiwa, maupun kerusakan lingkungan hidup
Kedaruratan Penanggulangan B3 dan/atau Limbah B3 adalah suatu keadaan bahaya yang mengancam keselamatan manusia, yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan memerlukan tindakan penanggulangan sesegera mungkin untuk meminimalisasi terjadinya tingkat pencemaran dan/atau kerusakan yang lebih parah. Risiko kecelakaan dalam kegiatan Pengelolaan B3 maupun Limbah B3 mungkin akan terjadi, sehingga untuk mengantisipasi kondisi darurat tersebut, perlu adanya suatu program kedaruratan pengelolaan B3 dan Limbah B3 yang harus dijalankan oleh perusahaan.
Kementerian Lingkungan Hidup RI telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2019 Tentang Program Kedaruratan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan/atau Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan tersebut melengkapi Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai peraturan pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, melalui penetapan pasal-pasal yang mengatur program kedaruratan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Definisi Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 sendiri menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah dokumen perencanaan sistem tanggap darurat yang memiliki komponen infrastruktur dan fungsi penanggulangan, dari mulai pencegahan, kesiapsiagaan dan penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas lingkungan hidup akibat kecelakaan.
Penyusunan Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 ini dilakukan oleh setiap orang yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang B3 dan/atau setiap orang yang menghasilkan Limbah B3, pengumpul Limbah B3, pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah B3, pengolahan Limbah B3, dan/atau penimbun Limbah B3.
Penyusunan dokumen Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 dilakukan dengan memperhatikan hasil identifikasi risiko kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3. Aspek risiko dapat diidentifikasi melalui adanya informasi mengenai jenis kegiatan, sektor industri, gambaran proses produksi dan bahan baku, produk yang dihasilkan, jumlah pekerja, lokasi dan peta, jumlah penduduk yang tinggal di sekitar lokasi unit kegiatan serta kondisi lingkungan hidup di sekitarnya, seperti keberadaan sungai, persawahan, kolam budidaya, danau, dst. Gambaran tentang proses produksi dan bahan baku yang digunakan akan sangat membantu dalam memperoleh informasi yang berguna terutama pada saat dilakukan identifikasi risiko kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.
Hal lain yang sangat penting dalam dokumen serta alur pelaksanaan program kedaruratan ini adalah infrastruktur yang meliputi organisasi, koordinasi, fasilitas dan peralatan, prosedur penanggulangan, serta pelatihan dan/atau geladi kedaruratan. Infrastruktur tersebut akan memudahkan pelaksanaan penanggulangan secara utuh dalam merespon kejadian kedaruratan pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3, mulai dari diterimanya laporan awal sampai dengan kedaruratan dapat diatasi.
Pelatihan ini didesain untuk memenuhi kompetensi sebagai berikut:
Materi pelatihan sebagai berikut:
Fasilitas :souvenir dan sertifikat pelatihan
Macmahon Mining Services, PT Nawakara Security Solutions, PT Indodrill Indonesia, PT CV. Diaz Anugrah Sumbawa Timur Mining, PT Coates Indonesia, PT Mandiri Intiperkasa, PT Pelabuhan Indonesia (Persero), PT Paiton Operation & Maintenance Indonesia (POMI), PT Dll